Rame-rame
Merayakan
Valentine’s Day(?)
Gebyar pesona Valentine’s
Day (Hari Kasih Sayang) selalu ditawarkan kepada kawula muda setiap tanggal 14
Februari. Banyak pasangan muda-mudi yang menyambut perayaan ‘Hari Kasih Sayang’
itu, terutama di kota-kota besar. Namun seiring dengan derasnya arus
globalisasi, para muda-mudi di desa-desa pun mulai mengenal pesona Valentine’s
Day. Salahkah mereka?
Sejarah Valentine’s Day
Valentine adalah nama seorang pemimpin
agama Katholik yang dianggap sebagai santo (orang suci) sehingga ia bergelar Santo
Valentine (Saint Valentine). Kisahnya bermula ketika raja Claudius II (268–270
M) mempunyai kebijakan melarang prajurit-prajuritnya untuk menikah. Menurut
raja Claudius II, bahwa dengan tidak menikah maka para prajurit akan agresif
dan lebih potensial dalam berperang.
Kebijakan ini ditentang oleh Santo
Valentine dan Santo Marius. Mereka berdua secara diam-diam menikahkan para prajurit
dan muda-mudi. Tindakan mereka diketahui oleh raja Claudius II, maka sang raja pun
marah dan menghukum Santo Valentine dan Santo Marius dengan hukuman mati.
Sebelum dihukum mati, Santo Valentine
dan Santo Marius dipenjarakan lebih dahulu. Dalam penjara, Santo Valentine
berkenalan dengan seorang gadis anak sipir penjara, kemudian gadis ini setia
menjenguk Santo Valentine hingga menjelang kematiannya. Sebelum Santo Valentine
dihukum mati, ia masih sempat menulis pesan kepada gadis kenalannya, dengan
inisial ‘From Your Valentine ‘ .
Setelah kematian Santo Valentine dan Santo Marius, orang-orang
selalu mengingat kedua santo tersebut dan merayakannya sebagai bentuk ekspresi
cinta kasih Valentine. Dua ratus tahun kemudian, yaitu tahun 496 Masehi, Paus
Galasius meresmikan tanggal 14 Februari sebagai Hari Velentine.
Pada tahun 1836, sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus Via Tibertinus di dekat
Roma, diidentifikasi sebagai kerangka jenazah Santo Valentine. Kemudian kerangka
itu ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim oleh Paus Gregorius XVI ke
gereja Whitefriar Street Carmelite Church
di Dublin,
Irlandia.
Banyak wisatawan pada waktu itu yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine,
di mana peti emas diarak-arak dalam sebuah prosesi dan dibawa ke sebuah altar
tinggi. Pada hari itu sebuah misa
khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang
menjalin hubungan cinta.
Hari Raya Valentine ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969,
sebagai bagian dari sebuah usaha untuk menghapus santo-santo yang hanya
berbasis legenda
saja. Namun pesta ini masih dirayakan oleh paroki-paroki
tertentu. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Kasih_Sayang).
Bagaimana Valentine’s Day Sekarang Dirayakan?
Valentine’s Day sudah dihapus dari kalender gereja sejak tahun 1969,
namun sebagaimana fenomena yang ada; roh hari raya itu masih ada, meskipun di
luar gereja. Ini adalah bukti kekalahan kaum agamawan dari golongan
kapitalis-liberalis. Mereka ini (kapitalis-liberalis) mengemas Valentine’s Day
sedemikian rupa sehingga mereka dapat ambil untung dari perayaan itu.
Momen Valentine’s Day
meraup penjualan lebih dari beberapa produk seperti coklat, aneka kado bertuliskan
‘happy valentine’s day’ dan pernak-pernik
pink cinta lainnya. Bagi pengusaha hotel dan hiburan (Cafe-cafe dan Night Clubs),
perayaan Valentine’s Day dikemas sebagai momen untuk melariskan promo-promo
mereka. Konon, momen ini juga berdampak signifikan terhadap omset penjualan
kondom. Inilah pemberian makna Valentine’s Day yang membuat miris kaum agamawan.
Di dunia maya (internet), momen Valentine’s Day ditandai dengan budaya bertukar ucapan antar
kekasih. Budaya ini menjadi budaya yang sangat populer di kalangan anak muda
pada Hari Valentine. Kemudian bentuk perayaannya di dunia nyata bisa bermacam-macam.
Mulai dari saling berbagi kasih dengan pasangan hingga acara yang dikemas agar
tampak lebih ‘sopan’ dan ‘humanis’, misalnya berbagi kasih dengan orang tua, berbagi
kasih dengan orang-orang yang kurang mampu dan mengunjungi panti-panti asuhan.
Simpulan
- Valentine’s Day diresmikan oleh Paus Galasius pada tanggal 14 Februari 496 Masehi, namun sudah dihapus dari kalender gereja sejak tahun 1969.
- Santo Valentine dan Santo Marius yang semula dianggap sebagai orang-orang suci (santo) diragukan kesuciannya, maka gereja telah menghapus mereka sebagai ‘orang suci’. Ini adalah bagian dari usaha gereja untuk menghapus santo-santo yang hanya berbasis legenda saja.
- Merayakan Valentine’s Day dengan cara berbagi kasih dengan pasangan adalah cerminan sikap yang hanya mengunduh budaya barat (kapitalis-liberalis), tidak patuh pada kaum agamawan.
- Merayakan Valentine’s Day dengan cara berbagi kasih dengan orang tua, berbagi kasih dengan orang-orang yang kurang mampu, mengunjungi panti-panti asuhan, adalah cerminan sikap yang tidak paham sejarah Valentine’s Day. Valentine adalah tokoh cinta amor (cinta antara pria dan wanita / sex), bukan cinta pada sesama umat manusia. Tanpa Valentine’s Day, nilai-nilai kasih sayang kepada sesama manusia telah diajarkan melalui hari-hari besar agama yang ada di Indonesia, misalnya Idul Fitri, Idul Qurban, Natal, Paskah, Waisak, dan lain-lain. Nilai-nilai kasih sayang juga telah diajarkan melalui hari-hari besar nasional maupun internasional, misalnya Hari Ibu, Hari Pahlawan, Hari Anak-anak Internasional, Hari Aids Sedunia dan lain sebagainya. Jadi, kalau sudah ada banyak hari besar yang legal (resmi, sah), kenapa masih merayakan ‘hari raya yang sudah dibubarkan’? (jt)